Di sebuah desa, tinggallah sebuah keluarga bersama anak tunggal 
mereka. Karena dimanjakan sebagai anak semata wayang, si anak menjadi 
suka bersikap ‘semau gue'. Anak ini sangat pandai mencari-cari dan 
menunjukkan kesalahan orang lain, entah kepada kawan bahkan kepada 
orangtuanya sendiri. Bahkan, ia suka mempermalukan orang yang berbuat 
salah walaupun tanpa sengaja.
 
Suatu hari, karena kurang hati-hati, anak tersebut terjatuh! Segera dia 
berteriak ke ayahnya, "Aduh, Ayah sih meletakkan ember di sembarang 
tempat. Aku jadi terjatuh.. Sakit, nih!"
Ayahnya menolong sambil berkata, "Bukan salah ayah atau embernya. Ember 
itu setiap hari berada di tempatnya, tetapi kamu yang tidak berhati-hati
 berjalan sehingga terpeleset dan jatuh. Kalau jalan, ya hati-hati 
dong."
Sambil bersungut-sungut, si anak pergi begitu saja.
Pada waktu lain, si anak berjalan-jalan di pinggir hutan. Matanya 
tertuju pada sekelompok lebah yang mengerumuni sarangnya. "Wah, madu 
lebah itu pasti enak dan menyehatkan badan. Aku akan usir lebah-lebah 
itu dan mengambil madunya," pikirnya. Kemudian, ia mengambil sebatang 
ranting bambu dan mulai menyodok sarang lebah dengan keras.
Ratusan lebah yang merasa terusik, berbalik menyerang si anak. Melihat 
binatang kecil yang begitu banyak beterbangan ke arahnya, segera dia 
berlari terbirit-birit. Lebah-lebah yang marah pun mengejar dan mulai 
menyengat!
"Aduh..., tolong....tolong...!!" teriaknya panik.
Ketika tiba di tepi sungai, anak itu segera menceburkan diri ke sana. 
Tak lama kemudian, lebah-lebah itu pergi meninggalkan buruannya yang 
basah dan kesakitan.
Di kejauhan, terlihat sang ayah bergegas berlari mendatangi anaknya. 
Begitu sampai di tepi sungai, ia segera mengulurkan tangan untuk 
menolong buah hatinya. Namun, si anak dengan muka kesal dan nada marah 
berkata keras ke ayahnya,
"Mengapa Ayah tidak segera menolongku? Lihat nih, bajuku basah kuyup 
kedinginan. Terus, badanku sakit terkena sengatan lebah! Jika Ayah 
sayang padaku, pasti sudah berusaha menyelamatkanku sehingga aku tidak 
perlu mengalami hal seperti ini. Semua ini salah Ayah!" Kemudian, dengan
 kasar, ia menampik tangan ayahnya yang terulur. Sang ayah terdiam 
terkejut dan menghela napas. Lalu, mereka pun pulang ke rumah bersama 
sambil berdiam diri.
Malam harinya, menjelang tidur, sang ayah menghampiri anaknya sambil 
membawa selembar kertas putih, "Anakku, apa yang kamu lihat dari kertas 
ini?"
Setelah memperhatikan sejenak si anak menjawab, "Ini hanya kertas putih biasa, tidak ada gambarnya. Kenapa ayah menanyakannya?"
Tanpa menjawab, sang ayah menggunakan sebuah pulpen tinta dan membuat sebuah titik hitam di kertas putih itu.
"Apa yang kamu lihat dari kertas putih ini?"
"Ada gambar titik hitam di kertas putih itu!" Si anak langsung menjawab.
"Anakku, mengapa engkau hanya melihat satu titik hitam pada kertas putih
 ini? Padahal sebagian besar kertas ini berwarna putih. Ketahuilah 
anakku, kertas ini sama seperti cara pandang kamu: betapa mudahnya kamu 
melihat kesalahan ayah maupun kesalahan orang lain, padahal masih begitu
 banyak hal-hal baik yang telah ayah lakukan kepadamu."
Ilustrasi cerita di atas sungguh mengandung kebijakan, seperti pepatah 
yang mengatakan "Gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang 
lautan kelihatan."
Bagi saya, seandainya kita bisa melihat setiap masalah yang timbul dari 
sudut kelemahan kita dahulu, bukan dari kesalahan orang lain, maka akan 
muncul sikap positif. Nah, sikap positif ini akan memudahkan kita 
memecahkan setiap problem yang muncul, sekaligus akan mengembangkan 
kekayaan mental kita untuk menuju kehidupan sukses yang lebih bernilai. 
Setuju kan?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar